Soal Skandal BPRS Sarumah, IACN Pertanyakan Integritas Kejari Halsel

HALSEL, Timur aktual.com – Kinerja kejaksaan negeri Halsel terus di kritik, terkait penanganan skandal kasus Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Halmahera Selatan (Halsel).

Melalui rilisnya, Direktur Indonesia Anti-Corruption Network (IACN), Igrissa Madjid. Mempertanyakan integritas kejaksaan negeri Halmahera Selatan (Halsel), terkait penanganan kasus tersebut, yang mana saat ini, sudah masuk dalam tahap penyelidikan, namun sampai saat ini kejaksaan belum juga menetapkan tersangka dalam kasus tersebut.

Oplus_16908288

“Skandal ini sudah masuk tahap penyelidikan. Tetapi, yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana dan kapan pihak Kejaksaan Negeri Halsel dapat menetapkan status sebagai Tersangka kepada para pelaku yang melakukan tindak pidana korupsi?,”ujarnya.

Ia mengaku, dimana penyidik Kejari Halsel, menyebutkan bahwa pihak manajemen BPRS sudah mengembalikan nilai kerugian puluhan miliar tersebut ke pihak bank BPRS Sarumah.

“Justru, atas perbuatan pelaku yang menimbulkan kerugian harus ditelusuri dari mana sumber keuangan pengembalian berasal, dan bagaimana pola atau manajemen pengelolaan keuangan sehingga dapat menimbulkan kerugian?,”katanya.

Igrissa menyebut, Inilah pertanyaan dasar sehingga dalam kebutuhan penyidikan dan penyelidikan dapat mengungkapkan seterang-terangnya. Hanya saja, lagi-lagi pada kenyataannya Kejaksaan Negeri Halsel sejauh ini tidak menetapkan Tersangka.

“Kan dalam konteks mekanisme penetapan Tersangka terhadap pelaku suatu tindak pidana acuannya sudah jelas sebagaimana dalam KUHAP, baik keterangan saksi, keterangan ahli, surat, dan keterangan Terdakwa,”sebutnya.

Namun kata dia, hingga saat ini, alasan Kejaksaan Negeri Halsel bahwa menunggu Keterangan Ahli dapat diduga hanyalah akal-akalan.

“Bagaimana mungkin skandal korupsi miliaran rupiah yang sudah ada hasil auditnya, dan para saksi sudah diperiksa lantas tidak kunjung menetapkan Tersangka,”terangnya.

Secara hukum, kata Igrissa, pengetahuan mengenai standar penetapan tersangka sudah sangat umum, dimana Kejaksaan Negeri Halsel tidak boleh mengelak dengan cara-cara yang tidak wajar.

“Kalau alasan menunggu keterangan ahli justru terkesan sekadar mempermainkan hukum,”tuturnya.

Karena, Dalam keterangan penyidik, kata Igrissa, Kasus BPRS bukanlah tindak pidana perbankan, melainkan murni tindak pidana korupsi sebagaimana disampaikan oleh Kasi Tindak Pidana Khusus Kejari Halsel Ardhan R. Prawira, pada Oktober 2024 lalu.

“Untuk menanggapi ini, IACN menyampaikan bahwa fakta atas kerugian ini harus dilihat dalam dua perspektif sekaligus, yakni tindak pidana korupsi dan tindak pidana perbankan, di mana tindak pidana korupsi karena ada kerugian negara dan tindak pidana perbankan karena ada tindakan kriminal yang memenuhi unsur-unsur dalam Undang-Undang Perbankan,”terangnya.

Olehnya, itu kata Igrissa, IACN, berpendapat bahwa jika hanya pasal berkaitan tindak pidana korupsi, maka dapat diduga kuat bagaimana akhir dari skandal ini. dimana dugaan ini selaras dengan ketentuan Pasal 4 Undang-Undang 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Meski pasal tersebut menegaskan tidak dapat menghapus pertanggung jawaban pidana, tetapi dalam penjelasannya menyatakan pengembalian kerugian negara hanya merupakan salah satu faktor yang meringankan.

“Jika pasal pidana perbankan juga turut disertakan atau digunakan oleh kejaksaan, maka sebaliknya akan memberatkan kepada pelaku, baik pemegang saham maupun pihak-pihak internal BPRS yang diduga terlibat,”duganya.

Sebagai penegak hukum, Kata Igrissa, Kejaksaan Negeri Halsel harus melihat bahwa temuan dalam hasil audit itu berkaitan dengan tindak pidana perbankan yang berkaitan kegiatan usaha, tindak pidana perbankan yang berkaitan dengan pihak terafiliasi, dan tindak pidana perbankan yang berkaitan dengan pemegang saham.

“Makanya, kejaksaan tidak hanya dapat melihat satu fakta saja, bahwa perbuatan yang menimbulkan kerugian itu lantaran ada keterlibatan pemerintah daerah, lantas tergolong tindak pidana korupsi semata. Akan tetapi, ada dugaan kejahatan lain di balik aktivitas perbankan yang dapat dilakukan pihak-pihak di dalamnya, sehingga dalam penentuan norma, unsur-unsur dalam tindak pidana perbankan juga dimasukkan,”paparnya. (Red)

Oplus_16908288
Anggota DPRD Kota Ternate

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *